Kim Ji-young Tokoh Wanita yang Berjuang Mewujudkan Emansipasi Wanita di Korea
"Kita harus membuat sejarah. Kita mesti
menentukan masa depan yang sesuai dengan keperluan sebagai kaum perempuan dan
harus mendapatkan pendidikan yang cukup seperti kaum laki-laki." (RA Kartini).
Kim ji young born 1982 |
Mengenal
Kim Ji-young, membuat saya seperti bercermin. Berbagai masalah yang dihadapi,
membuat perasaannya tertekan, dan hal ini tidak hanya bisa dialami oleh dirinya
tetapi juga bisa dialami oleh perempuan di belahan bumi yang lainnya.
Di
Indonesia sendiri ada tokoh RA Kartini, yang mana setiap tanggal 21 April
diperingati sebagai hari yang identik dengan emansipasi wanita; ialah Hari
Kartini. Perayaannya ditandai dengan menggunakan kebaya, atau baju tradisional
Pulau Jawa.
Menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), emansipasi merupakan pembebasan dari
perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat laiknya persamaan
hak kaum wanita dengan kaum pria.
Sementara yang dimaksud emansipasi wanita, ialah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah bisa jadi dari pengekangan hukum yang membatasi akan kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.
Kalau
mengutip dari EIGE (European Institut for
Gender Qquality), emansipasi wanita yakni proses, strategi dan berbagai
upaya yang digunakan perempuan agar membebaskan diri dari otoritas dan kontrol
laki-laki dan strukturan kekuasaan tradisional. Tidak hanya itu, emansipasi
wanita berarti mengamankan kesetaraan hak untuk perempuan dan menghapus diskriminasi
terhadap gender pada undang-undang, lembaga, atau skema sosial supaya perempuan
bisa bebas dari segala jenis perbudakan, dari sosial, politik, dan juga
ekonomi.
Buku kim ji young born 1982 |
Memang
tidak mudah, butuh tokoh pendobrak yang mampu dan berani melewati batas. Kalau
kata An Jeong-ha, di drama Korea Record
of Youth, "Batas itu ada untuk dilewati".
Kim
Ji-young termasuk salah satu seorang wanita biasa, ibu rumah tangga sederhana
yang sudah tidak bisa menahan lagi. Ia mengungkapkan segala perasaannya, agar
apa yang ada di dadanya melega. Bukankah hal tersebut demikian sangat wajar?
Sedari
kecil Kim Ji-young sudah merasakan perbedaan yang sangat kentara di dalam
rumahnya. Ayahnya yang selalu menomor satukan adik laki-lakinya,
mendiskriminasikan dirinya dan kakak perempuannya. Hal ini sudah menjadi sebuah
sistem, bahwa anak laki-laki lebih spesial dan memegang kendali. Bahkan ibu
dari Kim Ji-young ketika melahirkan anak perempuan, saat mengandung Kim
Ji-young dan Kim Eun-yeong.
Ketika
Kim Eun-yeong maupun Kim Ji-young lahir, ibu memeluk bayi yang baru lahir itu
sambil menangis dan meminta maaf kepada mertuanya. "Tidak apa-apa. Anak
kedua nanti mungkin saja laki-laki," hibur Nenek. (halaman 25).
Permasalahan
lain timbul, ketika Kim Ji-young dewasa
dan bekerja. Ia seorang perempuan yang cerdas, bisa mengerjakan apa saja dengan
kariernya. Tapi ada waktu dimana Ji-young tidak bisa melanjutkan program yang
bisa mengenmbangkan kariernya, karena perusahaan tidak mengajak karyawan yang
punya keinginan menikah, punya anak, dan lain sebagainya yang dianggap
merepotkan jadi hanya pegawai pria saja yang diajak.
Kim
Ji-young merasa seolah-olah sendang berdiri di tengah-tengah labrin. Ia
berusaha keras mencari jalan keluar, tetapi sejak awal tidak ada jalan keluar
sama sekali (halaman 122).
Buku kim ji young born 1982 |
Puncak-puncak
masalah terberat adalah saat Kim Ji-young memutuskan menikah dengan Jeong
Dae-hyeon, lantas memiliki anak. Ia melepaskan semua yang dimilikinya.
Kesempatan berkarier mengejar cita-cita pun kandas, karena terlalu sibuk
mengurus rumah. Ada masa-masa di mana ia
ingin mengejar apa yang diinginkan, ada masa juga ia lelah. Oleh sebab itu,
penting sekali mengkomunikasikan visi dan misi pernikahan dengan pasangan. Saling
bekerjasama demi keberlangsungan rumah tangga sangat penting, karena wanita
rentan dengan stres. Kim Ji-young yang memendam, Kim Ji-young yang kelelahan
baik pikiran, perasaan, tekanan akhirnya memuncak dan di luar kesadaran ia
berubah-ubah. Kadang berbicara seperti orang tua, kadang berubah menjadi
seperti teman suaminya, terkadang juga bertingkah laiknya anak kecil.
"Beberapa
hari terakhir ini angin bertiup kencang, ternyata hari ini sudah awal musim
gugur. Ladang padi pasti tertutup butiran embun. (halaman 10) - Saat Kim
Ji-young berubah jadi orangtua
"Kau
pikir aku masih Cha Seung-yeon yang berumur 20 tahun yang tergagap-gagap
menyatakan perasaanku padamu?" (halaman 12) - Saat Kim Ji-young menjadi
Cha Seung-yeon, mantan dari suaminya.
"Aduh,
Ibu, sebenarnya tubuh Ji-yeong selalu sakit dan pegal setiap hari raya."
(halaman 16).
Dan
lingkungan sekitar pun turut meremehkan seorang ibu rumah tangga, yang bisa
membeli secangkir kopi Americano duduk di bangku taman ketika anaknya tertidur.
Tidak ada salahnya bukan seroang ibu sedikit bersantai, karena hanya ketika
anak tidurlah mereka bisa rileks sejenak. Apa yang dikatakan orang tersebut,
memporakporandakan hati Ji-yeong. "Ibu-ibu kafe memang beruntung."
Ucap pengunjung kafe yang antri dengan gamblang, padahal itu menyakiti hati
seseorang yang mereka bicarakan. Sepanjang hari itu Ji-yeong hilang fokus,
cuciannya, menyuapi anak, jemuran kusut, dan bahkan ia sendiri belum makan.
Untunglah suaminya Jeong Dae-hyeon menenangkan dirinya.
"Tidak seperti itu. Jangan dipikirkan lagi." (halaman 16). Jeong Dae-hyeon menarik Ji-yeong dalam pelukannya, ia menepuk-nepuk punggung Je-yeong.
review buku kim ji young born 1982 |
Sebenarnya
istri tidak minta apa-apa, hanya komunikasi yang baik dan selalu menenangkan
kerisauan yang dialami sudah cukup. Karena merasa ada keanehan dalam diri
istrinya Jeong Dae-hyeon pun pelan-pelan membantu istrinya, memulihkan kondisi
batin, mental, dan fisiknya. Ia terus bersabar mendampingi, berusaha mengerti,
tanpa membuat Ji-yeong tersinggung. Karena apapun itu, kesalahan dan kegagalan
mengajarkan kita lebih baik dari sebelumnya. Keduanya mengatasi kesulitan
bersama, daripada menyalahkan satu sama lain.
Semoga
dengan tokoh-tokoh emansipasi wanita di manapun berada, yang salah satunya
adalah Kim Ji-yeong mampu mendobrak
dapat mewakili suara hati wanita di seluruh dunia. Citra wanita bukan hanya
perempuan yang lemah, justru wanita adalah orang yang paling berhak dijunjung
tinggi martabatnya karena melahirkan keturunan untuk generasi penerus bangsa.
Salam.(*)
Baca juga review :
tokoh wanita yang sangat inspiratif ya ini.. melalui tulisan ini jadi mengetahui bahwa sosok kim ji young ini memang layak menjadi inspirasi banyak perempuan di Indonesia ya
BalasHapusAku dah nonton mba, dan sedih sih liat kim ji young ini berjuang, apalagi waktu adiknya beli roti buat dia, kata mamanya itu kesukaan kakanya ga taunya malah ga doyan 😠itu kesukaan adiknya, budaya patriarki banget ya disana tu
BalasHapusKadang tuh ya penghakiman dari masyarakat yang turut memberatkan perempuan. Dianggapnya perempuan yang selalu berada di ranah pribadi alias di rumah saja, tidak punya bargaining position dengan suaminya. Padahal kan suami istri bekerja sama untuk menuntaskan kewajiban dalam membentuk bahtera rumah tangga yaaa.. Kalau nggak ada istri di rumah, si suami emangnya bisa ngerjain semuanya sendirian? ;)
BalasHapusTernyata permasalah komplrks seorang wanita yg mengalami stigma lemah dan 'warga negara kelas dia' ini terjadi di mana-mana ya. Trmksh sdh menginfokan buku ini, Nyi..
BalasHapusAku udah baca juga nih review film kim ji young di mubadalah, bagus memang
BalasHapusIni ada filmnya bukan si mbak? Kayaknya ga asing namanya. Atau beda ya ekeke. Makasih sharenya mbak
BalasHapusNyi .. yang di bagian ini ... "Ibu-ibu kafe memang beruntung." ... maksudnya apa? Saya belum mudheng. Topiknya bagus ya .. untungnya suaminya pada dasarnya pengertian.
BalasHapuswaa keren banget yaaa, aku belum liat nih filmnyaaa, jadi kepo deh pengen nonton jugaaa hihiihi
BalasHapusAku udah nonton filmnya. Tapi belom baca bukunya. Kayaknya lebih seru bukunya ya. Di film pasti banyak bagian yang tidak terrepresentasikan seperti yang di buku. Nyari aaah.
BalasHapusTokoh wanita yang sangat inspiratif ya Mba. Memang terkadang faktor budaya membuat banyak perempuan tersisihkan. Bagus banget ni tema bukunya. Mantab.
BalasHapusNamanya emang gak asing yah tapi baru tahu ada bukunya lho mbak apalagi buku tentang emansipasi wanita.
BalasHapusAku belum baca bukunya sih tapi sudah nonton filmnya dan bikin air mata banjir dari awal sampai akhir
BalasHapusIni ada filmnya.. Dan aku baru dpt 30 menit pertama nontonnya trus stop. Karena awal2 terkesan bosan. Tp baca ulasan mbak nyi jd kepengen nonton lagi. Lebih2 bisa baca novelnya
BalasHapusAku juga baca buku dan nonton film Kim Ji-young ini.
BalasHapusTapi ada banyak hal yang bertentangan dengan keyakinanku, heuheu...makanya bingung mau review dari mana..
Masih ada kelanjutannya nggak Nyi, seperti nanggung kisahnya. Apa yang dilakukan Ji-Young setelah semua beban terasa berat atau setelah suaminya dengan pengertian membantu?
BalasHapus