Festival Barikan Kubro


Nur mendapatkan tugas dari Ayah, untuk membagikan surat undangan kepada warga setempat.  Karena pekerjaan rumah dari ibu guru sudah selesai, Nur bersedia menjalankan perintah tersebut. Apalagi kalau undangan berhasil dibagikan, Ayah berjanji akan membelikan buku dongeng baru yang sudah jadi incaran Nur sejak lama.





dongeng anak pendek cerita dongeng sebelum tidur dongeng pendek untuk anak sd dongeng anak sebelum tidur yang lucu






 

"Siap, Ayah!" Ucap Nur lantang, laksana prajurit yang  mendapatkan mandat dari atasannya. Ayah tersenyum bangga melihat putrinya.

 

Melihat ayah yang sedang menuliskan nama-nama siapa yang mendapatkan undangan, Nur mempersiapkan armada tempurnya alias sepeda kesayangannya. Sepeda itu hadiah dari Bunda, di ulangtahunnya ke sebelas tahun ini. Nur memarkir sepedanya di depan rumah, ia memeriksa ban sepeda lebih dahulu, apakah kempes atau tidak.

 

"Halo, Nur?" sapa Aling, yang melihat Nur berada di depan rumahnya, "Yok, kita main!" ajak Aling. Nur menoleh sejenak, lantas memerhatikan keranjang sepedanya.

 

"Main? Tapi aku ada tugas dari Ayah?" ucap Nur, lantas menceritakan kepada Aling tugas yang diberikan kepada dirinya untuk membagikan undangan. "Bagaimana kalau kamu ikut saja?"

 

Aling berpikir sebentar, daripada dia main sendirian, akhirnya Aling mengiyakan ajakan Nur. Ayah muncul dari balik pintu dan membawa sekantong surat undangan, Festival Barikan Kubro yang akan dilaksanakan malam ini. Nur dan Aling bersepeda membagikan undangan, ke setiap rumah. Nur tinggal di Desa Bodeh, Kabupaten Pemalang. Tempat tinggal Nur, dekat dengan pasar dan ibu Nur juga berjualan di rumah mereka. Orang-orang menyebutnya dengan nama 'Ruko', rumah toko.

 

"Nur, Festival Barikan itu apa sih?" tanya Aling yang membonceng penasaran.

 

Aling yang keturunan Tionghoa dan baru pindah belum ada setahun di desa Muncang, pasti tidak pernah merayakan tradisi ini.

 

"Barikan itu tradisi orang Jawa. Yang biasanya diselenggarakan setiap awal bulan Suro, mending nanti malam kamu ikut aja, Ling!" Usul Nur, karena ayah Aling juga mendapatkan undangan.

 

"Tapi kami kan, bukan orang muslim," kata Aling dengan nada melemah. Nur berhenti menggayuh sepedanya, rem yang mendadak tersebut membuat Aling langsung berjingkat menjaga dirinya agar tidak terjatuh.

 

"Eh, tidak apa Ling. Felix juga beragama Kristen tapi ia selalu datang setiap tahun bersama ayah dan ibunya, Ketut yang beragama Hindu juga datang," jelas Nur meyakinkan Aling. Ia lantas menepuk bahu Aling, memberikan semangat. "Aku pulang dulu ya? Sampai jumpa nanti malam!" ucap Nur berpamitan.

 

Aling baru sadar kalau sudah sampai depan rumahnya, ia melambaikan tangan melihat Nur yang menjauh. Undangan berwarna putih, dalam genggamannya siap ia berikan kepada Papa.

 

*

 

Malam harinya, Nur sudah tidak sabar untuk berangkat ke lapangan sepetak sebelah rumah. Tempat yang menjadi acara Festival Barikan Kubro. Ia mengenakan gamis terbarunya, dengan hijab warna senada putih.

 

"Hore, kita akan makan besar, Yah!" teriak Nur, gembira.

 

"Nanti waktunya berdoa, Nur juga harus ikut berdoa bersama ya? Sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan," ucap Ayah menasihati Nur.

 

Suara toa acara sudah berseru memperingatkan warga setempat untuk segera datang berkumpul. Bunda Nur, sudah berada di lokasi semenjak sore untuk memasak. Bersama dengan ibu-ibu yang lainnya. Nur segera berangkat digandeng oleh Ayah.

 

Dari kejauhan Nur juga melihat Felix dan Ketut sudah duduk dengan manis. Tikar yang digelar dengan lebar itu, membuat orang-orang sekampung bisa duduk dengan leluasa. Tapi, Nur tidak melihat Aling. Apakah Aling tidak jadi datang?

 

"Ayah, orang yang datang tidak harus beragama muslim kan?" tanya Nur kepada Ayah.

 

"Semua orang boleh datang, Nak. Acara barikan, sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan. Agar kita selalu diberikan keselamatan, kesehatan, dan rejeki yang melimpah," tutur ayah memberikan pengertian.

 

"Aling boleh datang kan, yah?"

 

"Aling, putri bapak Benny Wong?" balas ayah, "tentu saja, apalagi pak Benny kan sudah mengobati warga kita yang mengalami kondisi kurang sehat, ya kan?"

 





dongeng anak pendek cerita dongeng sebelum tidur dongeng pendek untuk anak sd dongeng anak sebelum tidur yang lucu







Nur tahu kemana harus pergi, ia berpamitan kepada ayah sebentar. Nur juga mendatangi Felix, dan Ketut untuk mengajak mereka menghampiri Aling. Mereka bertiga lantas berjalan sedikit cepat, karena acara sebentar lagi akan dimulai.

 

            Rumah Aling terlihat ramai, antrian sepeda motor dan mobil mengular seperti biasanya. Rumah dengan dua pintu tersebut sangat besar, bagian kanan untuk pemeriksaan orang sakit, dan bagian kiri untuk tamu keluarga yang datang. Mereka bertiga langsung saja memilih pintu kiri.  Ternyata pintu tersebut tidak di tutup dengan rapat. Mereka bertiga mendengar percakapan Aling dengan Papanya.

 

            “Aling benci Papa! Papa selalu sibuk!”

 

            “Sayang, Papa sedang banyak pasien. Aling datang sama bibi ya?”

 

            “Aling nggak mau sama bibi!”

 

            Mereka bertiga mengetuk pintu dengan bersamaan. Tok ... tok ... tok ...!

 

            “Aling! Kami datang!” Ucap ketiganya bersamaan, lantas menyembul dari balik pintu. “Kamu mau kan, kalau berangkat bareng kami ke Festival Barikan Kubro?”

 

            Aling dan Papa menoleh serempak. Aling tidak jadi menangis, Papa berterima kasih kepada ketiga sahabat baru Aling. Papa mengizinkan Aling pergi, untuk mengikuti acara Barikan. Tidak lupa mereka berpamitan dan bersalaman dengan takzim. Aling tersenyum, ia bahagia. Saatnya mereka bertiga membalas kebaikan Papa Aling, yang sering mengobati mereka ketika demam melanda, dan sakit menyerang.

 

            “Aku bangga lho punya Papa, seperti Papamu,” tegas Nur kepada Aling.

 

            “Iya, Papamu hebat! Bisa mengobati orang sakit!” seru Felix.

 

            “Dan pastinya, sayang sekali padamu. Ya kan?” timpal Ketut tak mau kalah.

 

            Mereka lantas tertawa bersama, dalam hati Aling pun mengakui sebenarnya ia sayang sekali dengan Papa.

 

            Dari kejauhan suara Pak RT memberikan sambutan terdengar. Beliau merasa bangga, sudah berada di lingkungan desa Bodeh yang memiliki berbagai latar belakang etnis, dan suku yang berbeda. Percampuran budaya Tionghoa, Jawa, dan masyarakat yang menjalankan agama masing-masing bisa hidup berdampingan dengan baik.

 

Setelah berdoa bersama, keempat anak dari desa Bodeh siap-siap menyantap makanan dengan hati senang dan gembira. Kapan lagi makan bareng satu kampung. (*)

 

 

Buat teman-teman yang mau baca cerita anak lainnya yang aku tulis, bisa langsung mampir ke KBM App. Bisa diakses menggunakan  ponsel maupun website. Liknya aku bagiin di sini ya : https://kbmapp.com/book/detail/163dfe34-bb52-c400-85e9-35b8093ae14c?af=af186ba4-ba91-fe1b-4bc5-077149a158a7

 


Selamat membaca, dan mari terus menulis.

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat