Kampanyekan Cegah Stunting di Indonesia Sedini Mungkin
Kampanyekan Cegah Stunting di Indonesia Sedini Mungkin - Ada sebuah dongeng, tentang cerita sebuah
keluarga. Pada suatu malam seorang ayah, membacakan cerita untuk anak
perempuannya, kurang lebih berusia bawah lima tahun. Saat cerita sedang
asik-asiknya, sang bunda masuk ke dalam kamar dan mengecup pipi anak
perempuannya. Karena bertambah satu orang lagi, ayah menggeser tempat duduknya
agak ke pinggir sebelah kanan, dan anak ikut bergeser ke tengah. Kasur dengan
ukuran tanggung itu, penuh dengan keluarga kecil yang sedang khusuk menatap
buku dongeng yang di bawah sang ayah. Lantas ayah, melanjutkan cerita untuk
kedua orang perempuan yang amat dicintainya.
"Tuhan, bahagiakan keluarga kecil
kami dengan perlindungan-Mu," ayah mengucapkan doa dan harapan baik di
dalam hatinya.
Ayah mengulangi lagi bacaan ceritanya
dengan pelan, agar anak perempuannya semakin paham. Dengan sabar dan perlahan,
berulang dan berulang kali karena tingkat kemampuan berfikir anak perempuannya,
agak lamban dibanding anak seusianya. Begitu juga kondisi anak perempuannya
yang tidak bertumbuh besar, pun bertambah tinggi seperti standar usianya. Bunda
pun menyadari jika perawakan anaknya lebih kecil dan lebih pendek dari
anak-anak seusianya yang kebetulan lahir bersamaan. Tetapi kedua orang tua itu
begitu mencintai anak perempuannya, meski gagal tumbuh dengan baik. Mereka
berdua selalu berdoa pada malam-malam, saat orangtua lain terlelap dengan
nyenyaknya di dalam ruangan dingin yang ber-AC. Kedua orang tua itu berdoa,
berharap dan memiliki impian anak perempuan semata wayangnya bisa bertumbuh
dengan baik, seperti kebanyakan anak normal lainnya.
Dalam cerita di atas, apakah ada konflik
yang dimiliki dalam keluarga kecil tersebut? Benar. Anak perempuan semata
wayangnya, mengalami gagal tumbuh pada anak, yang dikenal dengan istilah
Stunting. Banyak yang belum familiar soal stunting ini, begitu juga dengan
saya. Dengan kata lain, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama. Biasanya terjadi karena asupan
makananya tidak sesuai kebutuhan gizinya. Disinyalir dari situs resmi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Bagaimana seorang anak bisa dikatakan
stunting? Mereka yang dikatakan pendek bila tinggi badan atau panjang badannya
menurut usia melebihi batas dua standar deviasi di bawah median kurva standar
pertumbuhan anak dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Yang mana kurangnya asupan
nutrisi saat anak usia emas. Yakni 1000 hari pertama kehidupannya, dimulai dari
awal kehamilan sampai anak berusia dua tahun.
Bagaimana cara
seorang bunda tahu kalau anaknya pendek (stunting)?
Kita bisa melihat dari perkembangan anak
semenjak lahir, ada beberapa gejala atau tanda lain si kecil mengalami gangguan
pertumbuhan seperti:
· Berat badannya
tidak mengalami penambahan, bisa juga cenderung menurun
· Pertumbuhan gigi
melambat dan memori dalam belajarnya
· Pertumbuhan
tulang tertunda
· Terlihat normal
tetapi anak tampak lebih kecil untuk usianya
Dan ternyata Indonesia kita tercinta
ini, dari data yang diambil dari BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangungan
Nasional), Indonesia termasuk di urutan ke 17, yang mengalami beban ganda dalam
permasalahan gizi di dunia. Stunting telah menebar ke berbagai wilayah, tidak
hanya dari keluarga yang kurang mampu tapi juga keluarga golongan menengah
stunting ditemukan. Kalau berdasarkan
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pemerintah menargetkan
penurunan perevalensi stunting dari 32,9% menjadi 28% di tahun 2019. Sementara
Badan Kesehatan Dunia (WHO), menetapkan batas toleransinya maksimal 20% dari
jumlah keseluruhan balitanya.
Yang jadi
pertanyaan untuk kita mengapa tingkatan Indonesia untuk stunting begitu tinggi?
Ternyata, bisa terjadi karena dua aspek. Eksternal dan internal
Faktor eksternal terjadi dari
pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya. Bisa karena tingkat pemahaman gizi yang
rendah untuk balita dan bayi. Pun juga karena masalah ekonomi yang menjadi
pengaruh besar. Karena keluarga dengan perekonomian yang rendah, jelas terbatas
soal pangan dalam rumah tangganya. Akhirnya konsumsi jadi kurang tercukupi.
Bisa juga karena kurangnya dalam memberikan ASI, karena pola modern saat ini
tingkat wanita bekerja di luar rumah cukup tinggi. Padahal kebanyakan sahabat
saya yang bekerja pun, tetapi menyiapkan ASI di dalam lemari pendingin sebagai
stok selama bundanya bekerja lho! Yang perlu digaris bawahi juga adalah
kandungan gizi dalam ASI harus mencukupi, seperti bunda yang harus mengonsumsi
sayur dan buah untuk meningkatkan imunitas tubuhnya. Agar si kecil tidak mudah
terkena infeksi penyakit.
Yang jadi bahaya kalau anak tumbuh besar
dan dewasa. Dalam proses pembelajaran nantinya IQ yang rendah, bisa berpengaruh
dalam prestasi akademi. Sehingga kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) kurang,
yang mengakibatkan pencarian kerjanya sedikit terhambat. Kenapa stunting sangat
berefek jangka panjang begini, dan kondisi lain yang terikat dengan kekurangan
gizi ini pun bisa menyebabkan penyakit lainnya muncul. Seperti resiko obesitas,
hipertensi, diabetes bahkan menjadi salah satu penyebab kematian.
Astagfirullah, semoga anak-anak kita, adek kita, keponakan kita dan generasi Indonesia
dapat dijauhkan dari bahaya stunting dan tumbuh kembang anak Indonesia menjadi
lebih baik lagi, aamiin.
Setelah tahu
bahaya dan resiko stunting, yuk kita sedini mungkin melakukan pencegahan agar
stunting tidak terjadi
Mungkin bisa dimulai pencegahannya
sedini mungkin dengan cara memperbaiki asupan gizi yang seimbang, bukan hanya
kebutuhan kita yang tercukupi tetapi juga anak kita nanti. Penting banget nih
buat konsultasi ke dokter specialis anak misalnya, apakah anak, keponakan atau
adik kita membutuhkan vitamin tambahan atau zat besi. Boleh juga dengan
bertanya dengan saudara yang sudah lebih dahulu memiliki anak. Tetapi tidak ada
salahnya ke dokter ahli gizi, untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat.
Alhamdulillah di Indonesia sekarang
gencar banget kampanye bahaya stunting pada anak, agar generasi cerdas dan
sehat dapat dilahirkan dan bertumbuh dengan baik. Apalagi untuk yang belum
memiliki anak seperti saya ini, dan yang masih single-single supaya bersiap diri
lebih berhati-hati.
“Semakin dini kita mencegahnya, sejak
remaja perempuan, maka akan semakin baik hasilnya. Perlu perubahan perilaku,
karena cegah stunting itu penting”, begitu ungkap ibu Menteri Kesehatan RI,
Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek pada pidato Mewujudkan Indonesia Sehat Melalui
Percepatan Penurunan Stunting di Jakarta Selatan pada tanggal 3 Septermber
2018.
Tahapannya sendiri dimulai dari calon
ibu, ketika remaja, dan kemudian saat mereka hamil setelah menikah. Disusul
pemberian ASI Ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupannya, dan didukung dengan
makanan bergizi untuk anak usia dua tahun. Karena calon bayi tercukupi
kebutuhan gizinya, ditentukan semenjak dalam masa kandungan. Faktor pola
pengasuhan juga tidak sepenuhnya salah, bisa juga dari lingkungan dan stimulasi
dalam memengaruhi pencapaiannya. Jangan lupa membasakan untuk mencuci tangan
sebelum kita mengolah makanan, agar makanan tidak terkontaminasi bakteri. Rutin
memberikan imunasi lengkap, agar pertahanan imunitas si kecil aman dari
penyakit. Yuk sama-sama mengkampanyekan peningkatan kualitas kesehatan, supaya
generasi muda juga ikut berkontribusi dan Indonesia memiliki bangsa yang sehat.
Aamiin.
Sejarah gizi di Indonesia
Hayo siapa yang ingat kapan Hari Gizi
Nasional (HGN) jatuh pada tanggal dan bulan apa? Jawabannya adalah tanggal 25
Januari, di tahun 2018 ini HGN sudah berumur ke-58. Sudah setengah abad lebih
bukan?
Sumber dan diakses pada 28 September
2018 :
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/stunting-adalah-anak-pendek/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180712/1326736/kasus-stunting-langkat-menurun/
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180704/0826366/menkes-cegah-stunting-sedini-mungkin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat