[CERNAK] di Muat Radar Bojonegoro
Alhamdulillah bahagia sekali cernak yang dibuat kali kedua, bisa termuat di media cetak Radar Bojonegoro. Pada Minggu pertama, tanggal 4 Januari 2015.
Tahun baru prestasi baru, semangat baru
Rumah Kue
Galang sangat menyukai kue buatan
ibu, rasanya manis, legit dan lezat. Setiap kali ibu membuatkan kue Galang
pasti menghabiskannya tanpa sisa. Jika ibu memberinya hanya sepotong, Galang
akan nambah lagi dan mengambil sendiri di kulkas. Bukannya ibu Galang pelit,
namun ibu Galang tidak ingin, Galang nantinya sakit perut karena kebanyakan
makan kue. Apalagi kue buatan ibu sangat manis, banyak cokelat di dalam lapisan
kue. Toping kue diberi lapisan creamy yang manisnya melebihi gula.
“Bu, tambah lagi satu kue ya?” mata
Galang berbinar dan memohon.
Ibu tersenyum, “Kerjakan PR-nya
dulu, ya Nak. Baru nanti Galang boleh ambil kue satu lagi.”
“Galang pasti ngerjain PR kok Bu,
tapi Galang mau makan kue dulu,” Galang mulai merengek.
“Beri waktu perut Galang untuk
menggiling makanan, kan baru saja Galang makan siang? Lalu makan kue, nanti
kalau sakit perut bagaimana, karena kekenyangan?”
“Tidak
akan, Bu. Boleh ya, Bu?” Galang terus memohon agar permintaannya dikabulkan.
Sementara
Ibu mengantar Galang, ke kamarnya. Menemaninya untuk mengerjakan PR. Sayangnya
telpon rumah bordering, ibu mengangkatnya lalu izin pada galang untuk
mengantarkan kue pesanan tetangga sebelah. Sejak itu Galang malas keluar kamar,
ia mogok makan malam.
Ketika malam sudah larut, Galang
tidak bisa tidur, perutnya berkali-kali berbunyi memberi sinyal. Ia menyesal
kenapa tidak menuruti perkataan ibu, untuk makan malam. Galang, masih jengkel
karena tadi siang hanya diberi kue sepotong, padahal kue itu sangat enak.
Galang menarik selimutnya, turun dari kasur. Ia menuju dapur dan menarik pintu
kulkas. Matanya terkesima melihat kue-kue buatan ibu, ia mengambil satu, dua
lalu melahap dan perutnya kekenyangan. Galang kembali ke kamar dan mulai
menarik selimutnya kembali. Perut kenyang membuatnya mudah memejamkan mata.
Di sebuah kebun yang penuh bunga-bunga indah, Galang sedang bermain laying-layang bersama temannya. Layang-layang Galang putus, ia mengejarnya terus mengejarnya di perkebunan bunga, hingga ia menemukan sebuah rumah. Rumah yang bentuknya terbuat dari atap cokelat, tembok, jendela dan pintunya berwarna-warni seperti rainbow cake buatan ibu. Pagarnya di kelilingi dengan cup cake bertabur toping yang macam-macam. Galang sungguh tidak percaya ada rumah semanis itu. Kemudian ia masuk dan melupakan tujuan awalnya mencari layang-layang.
“Waa ... ini rumah kue kah? Astaga
besar sekali, pasti semuanya lezat dan manis,” girangnya. Galang mengetuk pintu
berkali-kali, tidak ada yang membukakannya pintu. Ia kemudian membuka gagang pintu,
karena penasaran ada apa di dalamnya. Galang membelalakkan matanya lebar, aneka
macam kue ada di dalam rumah itu. Galang mulai memilih yang mana yang akan
dimakannya lebih dulu.
“Umh ... enak. Umh ... lezat. Tidak
kalah manisnya dengan kue buatan Ibu,” pujinya disela-sela menghabiskan banyak
kue. Rasa-rasanya perutnya sudah tidak muat lagi untuk menampung kue-kue itu.
Entah bagaimana kue itu tidak pernah habis, Galang merasa heran. Ia ingin
bangkit mengambil kue yang lain, “Aku akan membawa pulang beberapa kue ini.”
Namun sayangnya, Galang tidak bisa
bangun. Tubuhnya memberat karena kebanyakan kue. Ia bersusah payah untuk
bangkit, mencari pegangan. Usahanya sia-sia, Galang mulai sebal dan sebentar
lagi tangisnya pecah.
“Ibu ... tolongin Galang, Bu,”
tangis Galang meminta tolong sang Ibu.
“Ibu ... Galang minta maaf,” Galang
terus menangis, dan memanggil Ibu.
Galang terbangun dengan wajah yang
basah, Ibu mengusap wajah Galang dengan air wudhu. Karena hari sudah pagi,
Galang mengerjapkan matanya mendapati Ibu di hadapannya. Galang langsung
memeluk ibunya dengan bahagia, dan cucuran air mata penyesalan.
“Galang mimpi apa, Nak?”
“Ibu, Galang minta maaf. Lain kali
Galang tidak akan menghabiskan kue buatan ibu sendirian. Galang janji, Galang
akan menuruti semua perkataan Ibu.” Ibu Galang tersenyum, mengusap air mata
Galang lalu memeluknya, member kehangatan penuh cinta. (*)
sekitar 500-600 kata
Ceritanya sederhana, tapi punya pesan moral yang bagus.
BalasHapusBagus!
makasih Kang :D
BalasHapus