[Book Review] IKUNENMO
Judul:
Ikunenmo
Penulis:
Vindy Putri
Penerbit:
Gaca (Diva Press)
Harga:
Rp 30.000
Tahun
terbit: Cetakan I, Mei 2013
Tebal
halaman: 172 halaman
ISBN:
9786027933095
Genre
:
Japanese Teenlit
Jadikan Kekurangan Sebagai
Kelebihan
Keinginan setiap orang tua sudah barang tentu menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik. Heianjogakuin High School, di Kyoto termasuk salah satu senior high scholl yang bagus sebagai rekomendasi. Sementara Fujita Makoto (16 tahun) merasa sekolahan itu tidak pas buatnya. IQnya yang terlalu rendah membuat ia minder, ia tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik (halaman 16).
Ia
bahkan ingin memutuskan untuk bunuh diri saja. Semenjak SMP ia tidak memiliki
teman. Hanya teman sebangkunya dan Kaito Kousei yang mau menjadi temannya.
Kaito Kousei bagi Fujita adalah pelindung, penyelamat, dan kebahagian buatnya.
Kaito menjadi pelecut semangat Fujita untuk meraih nilai bagus. Yang tadinya
dari C menjadi B, dan D menjadi C. Kaito berjanji pada Fujita, jika nilai
Fujita lebih baik dari semester sebelumnya maka dia akan meminta Fujita menjadi
pacarnya.
Fujita
mengalami kemunduran dalam hal belajar. Untuk menghafal huruf kanji dan membaca
buku saja matanya sudah mengantuk dan tidak bisa diajak berkompromi. saat
pelajaran Reading Season, teman yang dipangil oleh guru membaca dengan lantang,
kencang, dan jelas. Ketika Fujita ditunjuk suaranya begitu pelan hanyaa dua
orang saja yang mampu mendengar.
“Keraskan,
Fujita-chan, agar kawanmu yang lain bisa mendengar.” (halaman 26)
Satu-satunya
hal yang membuat Fujita bersemangat adalah ketika pulang sekolah. Karena ia
bisa bermain ke rumah Kaito dahulu sebelum pulang ke rumah. fujita suka sekali
membelikan Kaito Chitose Ame (permen
1000 tahun yang biasanya ada pada perayaan Shichi-Go-San. Perayaan pertumbuhan
anak 3, 5, dan 7 tahun). Fujita berharap kalau Kaito memakan permen itu dia
akan bisa hidup seribu tahun lagi.
Dengan
sisihan uang, 100 yen hanya untuk kebahagiaan Kaito. Dengan begini, aku bisa
membahagiakan Kaito meski hanya satu permen (halaman 28). Kaito seharusnya
tumbuh menjadi remaja yang tidak gemuk juga tidak kurus. Rambut panjangnya
melebihi tengkuk dengan warna cokelat keemasan. Ia tampan dan mengagumkan,
tetapi akhir-akhir ini terlihat tirus dan kurus. Helaian rambutnya banyak yang
rontok.
Saat
SMP, dua tahun lalu ketika Kaito, Fujita, Endo, dan Hagino sedang bermain Daruma-san ga koranda (permainan rakyat
Jepang). Kaito terjatuh, siku dan tumitnya berdarah, mereka membantu Kaito
membersihkan darahnya, tetapi darah itu tidak kunjung berhenti. Kaito di bawa
ke rumah sakit, ia ternyata mengidap penyakit kangker darah putih atau leukemia.
Sejak insiden itu Fujita berjanji akan menemani Kaito.
Fujita
bermain kucing-kucingan dengan ibunya agar tidak ketahuan setiap kali ia pergi
ke rumah Kaito. Kaito meminta Fujita merahasiakan tentang penyakitnya kepada
ibu Fujita. Demi nilai Fujita agar membaik, ibu Fujita memanggil guru
pembimbing: Hashizume-sensei. hari
pertama belajar dimulai Fujita terlambat pulang. Untung saja ibunya tidak
marah.
Ada
satu rahasia terbesar Kaito, hanya dia dan ibunya yang tahu. Sementara ia
membiarkan Fujita terus mengiriminya Chitose
Ame agar ada alasan Fujita terus datang menemuinya. Hari yang terus
berganti membuat rambut Kaito rontok dan menipis. Kebersamaan Fujita bersama
Kaito membuat ia ingin bisa masuk ke fakultas kedokteran di Universitas Tokyo.
Aku bersusah payah mengejar keterlambatanku. Ternyata aku
mampu. Aku tidak bodoh!
Dari Kaito aku belajar. Aku tidak hanya hidup untuk
diriku dan dirinya saja, tetapi keluarga dan sekitarku. (halaman 161)
Cover Ikunenmo membuat jatuh hati, warnanya yang seperti
senja sukses membuat penasaran. Japanese
teenlit itu tidak melulu menggambarkan cinta-cintaan, tetapi perjuangan
seorang Kaito yang mengidap penyakit leukemia agar terus bisa memberi semangat
orang-orang yang mencintainya. Ikunenmo juga memberikan pemahaman bahwa tidak
selamanya kebodohan membuat kita menderita, dari sebuah perasaan minder akan
tumbuh kelebihan-kelebihan yang kadang tidak disadari oleh si pelaku. Settingnya yang di Jepang juga terasa,
beberapa catatan kaki dan bahasa Jepang yang disertakan dalam dialog secara
tidak langsung membuat kita belajar bahasanya.
Terkadang cinta itu
membutuhkan pengorbanan. Kau berkorban untukku, dan aku pun berkorban untukmu.
Semoga aku dapat merasakan cinta yang tak kalah indah (halaman 171).
aku pengen baca novel ini,,,
BalasHapusWah, vindy nulis jepang2an ya? Penasaran :D
BalasHapus