Judul : Apple Wish
Penulis
: Alfian
Daniear
Penerbit
: Ice Cube
Terbit
: April 2014
Tebal
: viii + 192 hlm.
ISBN
:
978-979-91-0709-1
Review :
Bermimpi dan Cara Mewujudkannya
Apple Wish, bercerita tentang
masing-masing tokohnya saat mereka mengalami kegagalan mewujudkan mimpinya.
Dimulai dari Nathan penulis amatiran yang ingin bisa menembus #1 New York Times best Seller lalu ditentang
papanya karena menulis membuat nilainya jauh dari memuaskan. Yourissa bermimpi
menjadi juara dunia bulu tangkis, namun dalam ajang Kejuaran Bulu Tangkis
beregu SMA itu ia gagal. Dikarenakan ia patah hati.
“Kekalahan bukanlah momen untuk ditangisi.
Kekalahan adalah momen di mana kamu harus menyadari bahwa kamu harus berlatih
lebih giat. Kekalahan adalah satu bekal untuk menjadi juara sejati di hari
esok.” (halaman 164)
Novel ini memiliki tiga tahapan dalam menceritakannya. First wish, cerita dari Nathan. Kejengkelan Nathan karena impiannya tidak didukung oleh papanya. Saat itu papanya yang sedang menghadiri sebuah acara bertemu tidak sengaja dengan guru Nathan dan meneritakan pencapaian nilai Nathan di sekolah. Nathan yang keras kepala, Nathan yang dikenal anti mainstream berbeda dari remaja seumurannya yang biasanya terserang virus merah jambu.
Bagi Nathan masa SMA
harus dimanfaatkan untuk meraih mimpi. Ketika Nathan berkutat dengan naskah fantasinya
tiba-tiba notebooknya ngehang. Hilang
sudah tulisannya, dengan menservice
komputernya pun membutuhkan waktu lama, sementara ide di kepalanya sudah
berkeliaran. Dan Feliz, sahabat sejak SD-nya menjadi penyelamat. Feliz yang
tahu orangtua Nathan yang kurang senang ia menyukai dunia tulis pun menyuruh
Nathan melakukan pembuktian.
“Untuk kasus lo nih ya,
kalau emang cinta banget sama nulis, tunjukin sama ortu kalau lo emang bisa.
Nulis bukan sekadar main-main buat lo.” (halaman 21)
Second wish, menceritakan Yourissa. Siswi kelas sepuluh yang telah mencetak prestasi di kejuaraan bulu tangkis perorangan dan diwawancari oleh Stepan yang menjabat sebagai pimpinan redaksi majalah sekolahnya. Semenjak itu mereka dekat dan berpacaran. Namun sesuatu terjadi saat Stepan menemui Yourissa setelah ia berlatih bulu tangkis untuk kejuaraan beregu melawan SMA Citra Gemilang.
Yourissa
memimpin di paruh awal, namun perlahan dia mulai terkejar. (halaman
71)
Pertemuan terakhir
dengan Stephan membuat latihan gadis itu seakan sia-sia. Yourissa yang memiliki
impian menjadi pebulu tangkis professional,
berlaga di tournament internasional
hingga mewakili Indonesia dipentas multi
event olah raga antar bangsa tinggal impian belaka. Lelehan air mata jatuh
bersama mimpinya. Yourissa memendam perasaannya sendiri, tapi kesedihan apa pun
yang dialaminya, seorang Ibu tahu anaknya sedang kecewa. Akhirnya Mama Yourissa
meminta kesediaan gadis itu untuk ikut ke Malang, menghadiri hajatan tantenya.
Sekaligus refreshing untuk Yourissa melupakan sejenak kekalahan dan luka
hatinya.
Third Wish, dan di Malang semuanya terjadi tanpa rencana. Yourissa dan Nathan bertemu di sebuah kedai yang bekerjasama dengan perkebunan apel, bernama; Apfel Liebe. Kedai itu milik Ajeng, kakak Bakti; sepupu Nathan. Tempat Nathan melarikan diri dari teguran orangtua agar Nathan memikirkan baik-baik masa depannya. Yourissa yang sedang di telepon mamanya mengalami lowbat, Nathan yang sedang meminjam notebook Bakti untuk menulis sedang menancapkan charger di stop kontak yang dicabut oleh Yourissa. Nathan yang marah dan Yourissa yang selalu minta maaf.
Cerita bergulir, Bakti
yang tahu keras kepalanya Nathan sengaja mengerjai Nathan untuk melakukan games yang sedang diadakan Apfel Liebe
dalam rangka mempromosikan tempat barunya. Snow
White Challenge membuat mereka berada dalam satu tim. Yourissa yang acuh tersengat lebah, Nathan
yang cuek akhirnya berlari mencari P3K dan membantu mengoleskan obat ke pipi
Yourissa. Dan kedua pemimpi itu akhirnya saling support untuk memenangkan games tersebut.
Bukan hanya mengajarkan bagaimana bangkit dari terjatuh saat mimpi yang kita inginkan tidak kesampaian, tapi berupaya meraihnya kembali dengan ‘perjuangan’. Novel ini juga membuat menilik kembali untuk membagikan kelebihan yang kita punyai. Seperti saat Ajeng dengan senang hati membagikan apel yang dijualnya untuk anak-anak panti asuhan.
“Kebanyakan orang
selalu mikir ribet untuk ngeakuin sesuatu yang bermanfaat buat orang lain,
padahal untuk kesenangan mereka tanpa perlu mikir langsung dilakuin.” (halaman
149).
Peresensi
: Nyi Penengah Dewanti, mahasiswi STIE Semarang (deskopinda) fakultas manajemen
smester III.
Dimuat : RIMANEWS
GOODREADS
GOODREADS
Posting Komentar
Posting Komentar