Book Review "Seven Days"
Judul:
Seven
Days
Penulis:
Rhein
Fathia
Penerbit:
Qanita
Harga:
Rp
45.000
Tebal
Halaman: 296 halaman
Tahun
Terbit: Cetakan I, Februari 2013
ISBN:
978-602-9225-72-3
Hidup
Harus Memilih
“Nanti
pasti aku bakal dapetin perempuan yang membuatku selalu merasa terpanggil untuk
ada di dekatnya. Perempuan yang dipilih oleh hatiku karena memang aku
menginginkannya.” (halaman 17)
Bagaimana
rasanya mencintai seseorang, namun seseorang itu tidak pernah merasa dicintai
oleh kita? Bagaimana memendam rasa cinta pada sahabatmu sendiri selama
bertahun-tahun dan kamu hanya sanggup mencintainya diam-diam? Hingga tercetus
ide Shen untuk menikmati 7 hari di Bali bersama Nilam. Sebelum Nilam menjawab
lamaran Reza.
Day
1
Selamat
pagi, pantai Kuta …. (halaman 40)
Segalanya
masih normal. Shen sahabat yang baik, setia, sigap, dan sedia menemani. Nilam
yang penakut akan anjing. Berulangkali Shen meyakinkan semua akan baik-baik
saja, tapi Nilam keburu ketakutan dan parno dengan anjing. Menikmati pagi
hingga senja di Kuta adalah impian Nilam. Lalu menikmati malam di Legian.
Mereka berhenti di monument yang dulunya bekas pub, tempat terjadinya bom Bali
yang menewaskan banyak turis asing.
Bali seperti kota mati
(halaman 70)
Day 2
Perjalanan ke Ubud,
pasar seni Sukowati. Tempat favorite
Nilam, dengan senang hati ia mengeksplorekan
diri. apalagi kalo bukan kegemaran Nilam belanja.
Ada cinta yang tumbuh
karena witing tresno jalaran soko kulino.
Ada juga cinta yang memang muncul tanpa ada alasan. Cinta itu hadir, ditujukan
pada seseorang karena hati memang memilihnya (halaman 104)
Ketakjuban Nilam pada
keramah tamahan warga Bali, yang selalu memberikan sapaan selamat pagi. Juga untuk
urusan parkir mobil di jalanan yang tidak takut kemalingan. Mereka melanjutkan
lagi perjalanan mengunjungi destination
lain yaitu : pura Besakih. Nilam terkejut bukan kagum tetapi miris.
“Shen …” bisikku mulai tak nyaman, tempat ini
wilayah wisata, bahkan tempat suci untuk ibada. Mengapa malah banyak
orang-orang menyeramkan yang memeras wisatawan yang ingin berkunjung? Ke mana
petugas yang jaga? Otakku tak henti bertanya-tanya. Ada rasa khawatir jika para
pemuda di sini melakukan tindak kekerasan pada kami.
“Kamu nggak apa-apa
kalau kita nggak jadi ke sini?” bisik Shen (halaman 121)
Hari ketiga mereka
tutup dengan menonton pementasan sendratari Ramayana. Shen mengacak rambut
Nilam gemas. Ia merangkul bahu Nilam lembut. Tiba-tiba muncul pertanyaan dalam
hatinya. apakah aku sudah bertindak tidak setia? (halaman 133)
Day 4
Lembah Monkey Forest
mereka jelajahi, ketakutan dengan kera menguap. Dan ternyata tangan kera yang
disangka cakarnya tajam itu, lembut seperti kulit bayi. Sore berakhir di pura
Batu Bolong menikmati senja.
Telunjuk Shen menempel
di bibirku. Matanya menatapku lembut, membuat jantungku lagi-lagi berdegup
lebih kencang. Tentu alsannya bukan karena masalah ular. Ah, ada apa dengan
hatiku dan acara petualangan di Bali ini? (halaman 149)
Day 5
Nilam kecapekan dan
tidak ingin keluar pagi ini. Siangnya Shen mengajak ke tempat yang pasti
disukai Nilam “Joger. Pabrik kata-kata” puas berbelanja, Nilam kehilangan Shen.
Lemahnya sinyal, SMS tanpa balasan, terdamparlah langkah Nilam ke pantai Kuta.
Menelephone Reza dan bertemu teman baru Made. Hingga akhirnya kedatangan Shen dengan
wajah penuh kilat marah.
“He loves you,” Made
mengedipkan mata dan tersenyum, aku balas menatapnya tak mengerti (halaman 180)
Day 6
Selamat pagi, Uluwatu
….
Selamat datang pantai
Padang Padang. Patokan karang yang membuat Shen menggendong Nilam dengan kaki
berdarah menjadi awal dari sebuah keterasingan antara keduanya.
Entah bisikan dari
mana, kelopak mataku menutup perlahan. Ada kelembutan di sana, ada sentuhan
yang mengungkap rasa sayang dan ingin memiliki. Ciman pertama kami (halaman
228)
Seven
Days,
adalah novel pemenang pertama lomba romance
Qanita. Deskripsi yang apik, setting
90% di Bali dan sisanya di Jakarta. Penulis dengan detailnya menuliskan segala
tempat pariwisata di sana. Namun ini bukan sepenuhnya buku panduan untuk traveling, karena ini novel penuh
taburan cinta dan perasaan hati antar tokoh masing-masing yang berperan. Penokohan
Reza digambarkan terlalu sempurna, lelaki yang memiliki hati seluas samudera.
Kejujuran yang diterimanya dari kekasih yang hanya tinggal, menunggu jawaban iya
atau tidak akan lamarannya harus berbesar hati. Konfliknya dibangun halus,
tanpa efek deg-degan akan adanya adegan kekerasan.
Cinta tidak pernah
memaksa kita untuk memilih, hiduplah yang mengharuskan untuk memilih. Termasuk
memilih, kita ingin hidup dengan siapa (halaman 292)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat