Kambing Jantan Bu Tia

 

Setiap kali Hadi membuka jendela di pagi hari, bau kotoran kambing menguar memasuki kamarnya. Dengan mimik yang sebal, ia memencet hidungnya. 

 

"Ayah, kenapa bu Tia memelihara kambing di dekat ruma kita sih?"

 

Ayah tersenyum geli, dengan pertanyaan Hadi barusan. "Itu kambing yang akan dibuat qurban, di hari Idul Adha nanti, Nak," jelas ayah kepada putra semata wayangnya. Hadi yang sudah kelas enam SD. 








 

"Lalu kenapa kambing kita tidak dibawa pulang juga, Yah?" tanya Hadi penasaran, karena kemarin ia diajak berkeliling mencari hewan qurban yang pas.

 

“Karena halaman bu Tia luas,” ucap ayah memberi tahu Hadi. Ayah bilang kepada Hadi, jika hewan qurban itu harus sehat dan tidak boleh sakit.

 

Ayah memang membeli hewan qurban dua kambing, tetapi tidak dibawa pulang. Karena nanti di sana hewan akan disembelih dengan baik, dan dipotong-potong secara merata untuk dibagikan. Dahulu Hadi sering menyaksikan hewan qurban dibawa ke halaman masjid, untuk disembelih. Tetapi karena musim pandemi, harus menjaga jarak, dan meminimalisir orang-orang berkumpul ayah menyerahkan hewan qurban disembelih di sana. 

 

Hadi yang duduk di teras bersama ayah, mengamati apa yang dilakukan ibu. Ibu terlihat menaburkan kotoran kambing, di beberapa tananam dan pot yang ditaruh di pojok untuk memperindah halaman rumah mereka. 








 

“Kenapa ibu menaruh kotoran kambing, di atas tanaman?” Lagi-lagi Hadi penasaran, mengapa di mana-mana ada kotoran kambing. Kenapa ibu dan ayah tidak protes sih! Gemas Hadi dalam hati.

 

“Kotoran kambing, termasuk pupuk kandang, Nak!” ungkap ibu menjawab rasa penasaran Hadi. “Kotoran kambing ini dibutuhkan untuk tanaman, dan bisa menyuburkan tanahnya. Jadi gampang berbuah nantinya.” 

 

Ibu juga menjelaskan kepada Hadi, walaupun tanpa pupuk tanaman akan baik-baik saja. Tetapi memberikan pupuk, sama halnya dengan memberikan vitamin kepada tanaman agar dapat berkembang dengan subur.

 

Seminggu berlalu, Hadi tidak lagi mendapati bau kotoran kambing setiap membuka jendela. Tidak ada lagi suara kambing yang berteriak, seakan minta tolong. Ibu juga tidak lagi menaburkan kotoran kambing, di atas tanaman yang dirawatnya. 

 

Setelah mandi dan berpakaian rapi, Hadi menuju ke meja makan untuk sarapan seperti biasanya setiap pukul tujuh pagi. Karena sekolah masih diliburkan, tetapi Hadi tetap mendapatkan tugas dari ibu guru. Bau gulai membuat penciuman Hadi tergoda. 

 

“Ibu, Hadi ingin makan lauk gulai ya?” pinta Hadi kepada Ibu. Ibu mengangguk, dan mengambilkan daging yang ada di gulai, dan juga kuah kentalnya yang berawarna kuning. Aromanya membuat Hadi tidak sabar untuk menikmati. Hadi menghabiskan tandas, sarapan paginya. Piringnya bersih, yang tersisa hanya tulang muda daging gulainya. 

 

“Gulainya, enak kan?” tanya ibu. Hadi mengacungkan dua jempolnya, jempol kanan dan kirinya. “Gulai daging kambing, dari bu Tia, lho!” ucap ibu.

 

Hadi menoleh, matanya membelalak kaget, ayah dan ibu tersenyum geli. Hadi jadi menyesal karena sering berkomentar, tentang kambing bu Tia. (*)

 

Buat teman-teman yang mau baca cerita anak lainnya yang aku tulis, bisa langsung mampir ke KBM App. Bisa diakses menggunakan  ponsel maupun website. Liknya aku bagiin di sini ya : https://kbmapp.com/book/detail/163dfe34-bb52-c400-85e9-35b8093ae14c?af=af186ba4-ba91-fe1b-4bc5-077149a158a7

 

Selamat membaca, dan mari terus menulis.


Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat