Flash Fiction, Ceruk Kenangan
Sepi mengental,
menyelipkan rindu-rindu menembus dadaku, seceruk kenangan membasuh jiwa yang
sedang dilanda pilu. Mantan kekasih datang lagi dalam hidup, mengungkapkan
besarnya penyesalan. Aku tak bisa berkata apa-apa, pada pertemuan yang tak
kuharap pernah ada dalam bagian skenario catatan takdirku.
Flash Fiction, Ceruk Kenangan |
“Sudahlah, lupakan,”
kataku kepada mantan kekasihku untuk tidak lagi mendengar alasan kenapa ia
meninggalkan.
Awalnya memang kusesali keputusan sepihaknya, tapi waktu memberiku jawaban tanpa perlu aku bertanya mengapa dan kenapa ia meninggalkanku. Mungkin sudah jalannya begitu. Dalam dekapNya aku bertahan dan memejam. Ini pasti yang terbaik yang diinginkan Tuhan, akan ada jalan lain untuk menggapai impian, karena keinginan tak bisa selalu menjadi kenyataan.
“Jangan diungkit, aku
sudah ikhlas,” bola matanya menatapku masih berharap. Bagiku sudah cukup
menjadi alasan kenapa ia memilih wanita lain yang lebih dekat. Karena aku tahu,
jarak yang katanya tak pernah menjadi penghalang untuk dua insan yang dimabuk
cinta, ternyata masih kalah dengan godaan. Aku menyalami wanita yang
mendampinginya di pelaminan.
“Selamat ya, semoga
menjadi keluarga yang sakinah,” aku mencium pipi mempelai wanita itu dengan
memamerkan senyum lembut. Aku merasa ada yang salah dengan pandangan mataku
yang mengabur, ya Tuhan, kenapa mataku jadi mengembun begini. Entah
terharu, atau bersyukur. Keduanya sangat sulit kumaknai, karena aku sama dengan
dirimu, masih manusia biasa dengan apa daya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat