[CERNAK] di muat Padang Ekspres
Minggu kedua bulan Januari ini, saya merasa bahagia sekali, tiga karya saya dimuat media berbeda. Resensi di Singgalang, cernak di Padang Ekspress dan cerpen di Tabloid ApaKabar Hongkong.
Cerita anak ini saya kirim pada tanggal 6/01/2015 lho
dan dimuat 11/01/2015 hehehe ...
masa tunggu hanya enam hari saja
wanna to try it?
di bagian akhir postingan saya sertakan emailnya ya :-D
Bermain Layang-layang
Galang menggerutu sebal, kenapa papa-mamanya harus pindah rumah. Bukan hanya itu saja, galang harus pindah sekolah juga. Galang tidak punya teman di tempat tinggalnya yang baru. Meskipun walau baru sehari berpisah, Galang sudah merindukan sahabat-sahabat lamanya.
“Galang, kok sedih begitu, Nak?” ucap mama Galang mendekati sang putra.
Galang menunduk, enggan melihat mata mama. Galang takut menangis, karena kesepian tidak punya teman. “Galang rindu sama teman-teman, Ma.”
Mama mengusap rambut Galang, dengan lembut. “Mama yakin, sebentar lagi. Galang pasti punya teman.
“Lang, Galang,” seru papa Galang dari arah ruang tengah.
Ya, papa dan mama Galang sedang sibuk berbenah di rumah barunya. Rumah baru namun terlihat umurnya sudah lama. Bukan rumah yang baru dibangun, mungkin saja ini rumah yang diberikan dari kakek, pikir Galang.
“Lihat, Nak. Apa yang papa temukan?” kata papa dengan penuh semangat.
Galang awalnya cuek, malas sekali. Papa pasti sedang merayunya, agar Galang tidak terus-terusan merengek karena tidak memiliki teman. “Itu layangan siapa, Pa?”
Papa melangkah mendekati Galang, papa tersenyum. Kemudian memberikan beberapa layangan itu kepada Galang. “Ini layangan papa dulu, lho!”
Bulat mata Galang, langsung terpana. “Kok Galang nggak pernah lihat di rumah yang lama, ada layangan, Pa?”
“Papa menemukannya di rumah baru kita?” kata papa senang. “Dulu, papa tinggal sama kakek di sini. Sebelum kakek meninggal.”
“Jadi, papa kecilnya dulu tinggal di sini?” ulang Galang mulai tertarik.
“Yuk, kita main layang-layang,” ajak papa, Galang langsung bangkit. Wajahnya tak lagi murung, dan papa sukses membuat Galang lupa akan kesedihannya.
Papa mengajak Galang mengurai benang layangan, untuk diikatkan pada sudut dan tengah layangan. Di halaman sebelah rumah Galang, ada kebun yang luas. Di sana Galang dan papa akan mulai menerbangkan layang-layangnya.
“Pegang setinggi mungkin, Nak!” teriak papanya, “Ya. Bagus, lepaskan,” perintah papa Galang lagi. Layangan berhasil naik, perlahan dan mulai meninggi.
Dari arah lain ada beberapa anak seumuran Galang, yang juga sedang bermain layang-layang. Ada yang lebih besar dan dewasa, kebun itu ramai. Ketika ada layangan putus, mereka beramai-ramai mengejar. Kelihatannya seru sekali, Galang ingin ikut berlari mengejar, jika nanti layangan yang diterbangkannya bersama papa putus.
“Papa, tinggal ya, Nak. Papa mau bantuin mamamu lagi, kasihan berbenah sendirian,” ujar papa ketika melihat Galang. Karena sudah memiliki teman baru. “Tapi, Galang jangan ikut mengejar layangan putus, ya!” pesan papa. Galang ingin menanyakan kenapa, tapi papa sudah beranjak menjauh.
Angin yang kencang, membuat Galang kewalahan mengatasi benang. Apalagi di atas sana, layangan Galang sedang dililit layangan lain. Galang berusaha agar layangan itu tidak kalah, sayangnya kemampuan Galang dalam bermain layangan belum mahir. Layangan Galang, putus.
“Ayo, Lang!” teriak teman di sebelahnya. “Kejar layangan.”
Galang melangkah, mengejar teman barunya yang bernama, Bayu. Tetapi pesan papa, Galang tidak boleh ikut mengejar layangan. Sementara Bayu, terus menyeru nama Galang agar ikut. Galang juga penasaran bagaimana rasanya, mengejar layang-layang putus.
Galang mengejar Bayu dan teman lainnya. Galang ketinggalan jauh di belakang. Di saat itu Galang melihat Bayu mendapatkan layangan tersebut. Namun, Bayu tidak melihat ke arah jalan. Ada pengendara motor, yang melajukan cepat motornya. Galang melihat langsung kejadian, saat Bayu tertabrak. Orang yang menabrak, langsung membawa tubuh Galang menjauh. Mungkin di bawa ke rumah sakit.
+++
Galang memeluk tubuh mama erat. Galang ketakuan luar biasa. Papa yang mengetahui kabar kecelakaan tersebut, melarang Galang bermain layangan. Apalagi sampai mengejar layangan putus.
“Maksud, papa tadi baik, Nak,” ucap Mama pelan. “papa bisa membelikanmu layangan baru, tanpa harus mengejar layangan putus.”
“Tapi kan seru Ma, mengejar layangan putus.”
“Tapi apa yang terjadi dengan Bayu?” tanya mama mencoba mengingatkan Galang.
Galang menunduk, urung membantah perkataan mama. “Ma, nanti kita jengguk Bayu, ya?”
Mama menganggukkan kepala, kemudian papa datang menyusul ke kamar baru Galang. “Bayu sudah dibawa pulang ke rumah,” kata papa.
“Papa masih marah sama Galang?”
Papa tersenyum, lalu duduk bergabung dengan mama dan Galang di kasur Galang. “Papa tidak marah, tapi papa akan marah kalau Galang, tidak menuruti yang papa perintahkan.”
“Dulu, papa juga suka main layangan,” papa mulai bercerita.
Papa menceritakan pada Galang, betapa papa selalu menang saat mengejar layangan yang putus. Layangan yang tersangkut di kabel listrik, diambil papa dengan cara menaiki tembok. Namun papa Galang hilang keseimbangan, lantas jatuh. Di bawa ke rumah sakit, dahi, bibir dan dagu papa Galang dijahit. Semenjak itu kakek tidak memperbolehkan papa Galang, bermain layangan. Layangan-layangan tersebut disimpan kakek rapi dalam kardus.
“Maafkan, Galang, Pa,” ucap Galang tulus.
“Iya, Papa maafkan,” balas papa sembari mengusap rambut Galang.
“Papa, anterin Galang jenguk Bayu, yuk?” ajak papa menawarkan.
Galang bangkit dari kasur, “Hayuk, Pa.”
“Sebentar,” tahan mama. Mama bergegar keluar duluan dari kamar Galang, menuju dapur rumah baru mereka. Tidak ada lima menit, mama sudah kembali dengan bungkusan kantung plastik hitam. “Bawa buah jeruk ini, untuk teman baru kamu, ya. Nak.”
Mata galang bersinar, Galang menduga, Bayu pasti senang. “Terima kasih, Ma.”
Papa dan mama Galang, saling berpandangan dengan senyum bangga kepada anak semata wayangnya. (*)
[notes] : kirim cernak kamu ke : lubis_padek@yahoo.com
sekitar 700-1000 CWS
selamat mencoba!
tanya dong, gmn cara dpt korannya ya? Sya bru dimuat tgl 22 februari?
BalasHapus