Wawancara dengan Novelist Kezia Evi Wiadji, penulis Because Of You. Part [1]

Wawancara dengan Novelist Kezia Evi Wiadji, penulis Because Of You. Part [1]

Alhamdulillah kelar juga ni gawean pada pukul 12:31 AM, waktu Hongkong.
Kali ini gue mau berbagi hasil wawancara gue sama Kezia Evi Wiadji, novelis yang telah melahirkan debut karya perdananya dengan judul Because Of You terbitan Media Pressindo. Semoga hasil wawancara ini bisa  menginspirasi dan membuat kita semua semakin bersemangat dalam menulis. Lets chek it out :



PROLOG :


Menjelang pagi, suasana masih gelap karena tertutup kabut dari Gunung Lawu. Sebuah sedan hitam melaju meninggalkan Tawangmangu. Meluncur di jalan menurun dan curam, yang dibatasi oleh jurang dan tebing.
Semakin lama, mobil itu turun semakin cepat, laksana anak panah yang dilepaskan. Nyaris tanpa suara, hanya sesekali terdengar decit ban membelok tajam mengikuti jalanan yang berkelok-kelok.

.....
.....

Rahmat tersentak, tiba-tiba kantong celana kirinya bergetar dan bunyi nyaring langsung terdengar dari ponselnya. Dengan tangan kiri, Rahmat merogoh kantong celana jeans bermerek terkenal yang ia pakai. Ia menyesal karena lupa menaruh ponsel di laci mobil dan sekarang harus susah payah mengeluarkan dari kantong celana.
Ditariknya ujung ponsel dengan kuat dan … sial, ponselnya terlepas dan jatuh diantara kedua kakinya.
Setelah menyalakan lampu, Rahmat melirik sekilas ke bawah, mencari-cari keberadaan ponselnya yang saat itu masih juga berdering nyaring. Diulurkan tangan kanannya meraba karpet mobil. Nihil, dia tidak mendapatkan apa yang dia cari. Dengan wajah kesal, ia kembali melihat ke bawah. Dan saat pandangannya kembali ke depan dengan ponsel yang berhasil ia dapatkan, darahnya berdesir cepat. Jalan di hadapannya berbelok tajam ke kiri sedangkan mobilnya meluncur lurus ke depan.
Ponselnya kembali jatuh saat ia dengan sekuat tenaga membanting setir mobil. Laju mobil berbelok mendadak.
Melalui ekor matanya, ia melihat Mickey terbangun. Suara ban berdecit tajam memekak telinga. Bagian belakang mobil menghantam pohon pembatas jalan. Mobil bergerak tidak terkendali dan menabrak tebing dengan keras. Hentakkan yang sangat kuat hingga mendorong kepalanya maju ke depan membentur setir mobil.
Terdengar kaca pecah, suara klakson melengking, dan samar-samar tercium bau asap.  
Ya Tuhan.
Setelah itu gelap ... hening.

CUPLIKAN NOVEL "BECAUSE OF YOU" :

[1]


Saat menjabat tangan Mariska dan menatapnya dari jarak sedekat ini, seketika itu Mario menyadari sesuatu. Mariska tergolong biasa untuk disebut cantik. Kulitnya yang kuning langsat, rambut bergelombang sebahu, tidak diwarna seperti kebanyakan gadis lain. Badannya mungil. Mario memperkirakan berat badannya tidak sampai 50 kg dan tingginya kurang dari 160 cm. Di lehernya melingkar kalung tipis dengan liontin mutiara putih, sepasang anting-anting mutiara yang tergantung indah di telinganya. Sebuah jam tangan merek terkenal melingkar di tangan kiri. Perfect. Memperlihatkan kepribadian yang cerdas dan mandiri. Namun ada sesuatu yang membuat gadis ini istimewa, sesuatu yang menahan Mario untuk terus menatapnya. Sesuatu yang sangat manis ... senyumnya dan lesung pipinya.

      “Hoi, jangan lama-lama Man, ini cewek gue.“ Tommy menepuk bahu Mario.
Mariska melepaskan tangan Mario dan tertawa. Mario tersenyum lebar.
       “Rio, tolong meja kami dipercepat dong, kami masih harus balik lagi ke kantor.“ Tommy berbisik, takut terdengar oleh pengunjung yang lain.
       “Sip“  Mario lalu bersuit memanggil karyawannya.
Sejenak Mario ikut bergabung dengan mereka. Beberapa menit kemudian, ia beranjak ke belakang konter bar untuk menerima panggilan dari ponselnya.
       “Ya.“
Mario mendengarkan lawan bicaranya, namun matanya tetap tertuju kepada Mariska yang sedang bercanda dengan teman-temannya.
       “Oke, aku senang kau bisa kembali dengan suamimu.“
Setelah mengucapkan kata berpisah, hubungan telepon diputus. 
Baguslah, aku sudah bosan dengan Helen. Diam-diam diamatinya lagi Mariska dari kejauhan. Kenapa Tommy tidak bilang kalau sudah punya pacar?
       “Siapa?“ David tiba-tiba sudah berdiri disebelahnya.
Mario cepat-cepat mengalihkan pandangan ke pengunjung lain.“Helen," jawabnya cepat.
David terkekeh. “Aku tanya siapa yang kau amati dengan mata elangmu?“
       “Bukan siapa-siapa.“
       “Cih. Kalau kau sudah pakai mata elang, artinya dia mangsamu berikutnya.“
Mario memandang David dengan wajah polos, lalu mereka berdua terkekeh. Mario mengalihkan kembali pandangannya ke Mariska, begitu pula dengan David.
        “Hmm, ternyata teman Tommy. Cantik.“
Mario tidak berkomentar. Tangannya ia benamkan ke dalam saku celana jeansnya. Mereka berdua terdiam sambil memandang Mariska. Tiba-tiba Mariska menengok ke arah Mario dan tersenyum manis.
        "Waw manis sekali, pipinya bolong," canda David, namun tidak mendapat respon.
Mario membalas senyum itu.

[2]


Mariska kembali berkonsentrasi dengan napasnya. Tarik, buang, tarik, buang, seiring dengan langkah kakinya. Keringatnya mulai membasahi dahi, leher dan ketiaknya.

         “Hmm, bokongmu bagus juga ya.“
Mariska menoleh sambil memperlambat larinya. Ingin melihat siapa yang bersuara tidak sopan. Dilihatnya Mario dengan rambut diikat ekor kuda, dalam balutan pakaian olahraga, sedang berlari dibelakangnya. Saat itu Mario sedang tersenyum dan senyum itu terlihat menjengkelkan bagi Mariska.
Mariska kembali memandang ke depan, diam tidak berkomentar, tapi napasnya menjadi kacau dan langkah kakinya mulai terasa berat. Kacau, kacau. Bisa sakit jantung kalau setiap saat ketemu dia.
 Diliriknya Mario yang saat itu sudah menyamai langkahnya, berlari di sampingnya.
            “Kau sering lari pagi disini?“ Mario terlihat berlari-lari kecil, menyamai langkah kaki Mariska.
            “He-eh.“  Mariska berusaha berlari lebih cepat, ingin rasanya menghilang dari pandangan Mario.
            “Enak juga suasana disini, aku baru kali ini lari di Senayan. Kalau begitu tiap minggu aku gabung dengan kalian.“
Aduh mati deh, tiap minggu ketemu dia. Napas  Mariska semakin memburu dan ngos-ngosan.
            “Katanya sering olah raga, tapi kok ngos-ngosan. Mau istirahat dulu?“
Mariska menggigit bibir bawahnya, jengkel dan malu. Ia menghentikan langkah larinya, membungkuk dan mengatur napasnya berkali-kali. Setelah itu mengalihkan pandangannya menyapu area olahraga, mencari-cari temannya. Kenapa pada saat genting begini, teman-temannya seperti hilang ditelan bumi.
            “Aku senang penampilanmu dua hari ini.“
Mario membuyarkan konsentrasi Mariska. Gadis itu menatap Mario dengan gugup.
            “Terlihat alami. Kaos, celana pendek, rambut diikat, lebih segar dan muda.“
Mariska mengerutkan keningnya. “Maksudmu bila dibanding dengan cewekmu kemarin?“
            “Siska? Jangan cemburu begitu dong.“
Mariska berkacak pinggang. “Cemburu? Sorry ya, tidak ada dalam kamusku.“
            “Dulu mungkin tidak ada, sekarang pasti ada … sejak kenal aku.“ Mario terkekeh.
Mariska mencibir, merasa tidak ada yang lucu dalam kata-kata Mario. Kembali pandangannya menyapu area olah raga, mencari teman-temannya diantara orang-orang yang sedang berlari.
            “Aku senang kau pakai kaos dan celana pendek, pahamu kelihatan, bokongmu juga seksi, betismu mulus,  dadamu - “
            “Stop!“  Mariska menatap Mario dengan gusar.

Mario nyengir. Semakin senang melihat ekspresi marah di wajah Mariska. Dahinya berkerut, mata indahnya memincing dan menatap tajam ke Mario. Napasnya memburu, kaosnya basah oleh keringat dan menempel di badannya yang langsing. Kedua tangannya berkacak pinggang. Betul-betul pose yang menarik dan menantang untuk ... ditaklukkan!

**)) Masih penasarankan hasil wawancaranya? Next ke part [2] yukk... 




Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat