Resensi Buku Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa ( Hickory Dickory Dock, 1955 )

Judul : Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa ( Hickory Dickory Dock, 1955 )
Penulis : Agatha Christie
Terbit : 1955
Sinopsis :
 Cerita ini berhubungan dengan sekretaris Poirot yang cekatan: Miss Lemon. Felicity Lemon yang sangat efisien suatu hari membuat 3 kesalahan saat mengetik surat yang sederhana – suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal itu disebabkan karena Mrs. Hubbard, adiknya yang baru kembali dari Singapura menjadi Matron (pengurus) di suatu pondokan mahasiswa milik Mrs. Nicoletis di Hickory Road.
Ternyata telah terjadi serangkaian pencurian di sana: sepatu pesta (masih baru dan hanya sebelah), gelang (perhiasan imitasi), cincin berlian (ditemukan di piring sup), kotak bedak, lipstick, stetoskop, giwang, pemantik, celana flanel yang sudah usang, bola-bola lampu listrik, sekotak coklat, syal sutra (ditemukan tercabik-cabik), tas ransel, bubuk boraks, garam mandi, dan buku resep makanan.

Resensi Novel :
Selama bekerja Miss Lemon tak pernah membuat kesalahan sedikit pun.  Saat mengetik surat sederhana ia membuat 3 kesalahan. Sang atasan Hercule Poirot merasakan ada yang janggal, lalu meluncurlah cerita dari Miss Lemon, bahwa sang adik yang baru  kembali dari Singapura ditawari pekerjaan menjadi pengurus pondokan (kos-kosan) mahasiswa.
Sebuah pondokan Hickory Road no. 26 adalah pondokan mahasiswa dan mahasiswi. Adik Miss Lemon yaitu Mrs Hubbard menjadi tangan kanan sang pemilik pondokan itu sendiri, Mrs.Nicoletis. Berbagai latar belakang berbeda, pekerjaan berbeda, berasal dari negara yang berbeda, kampus dan jurusan fakultas berbeda; menarik. Membuat pondokan Hickory Road terkenal di mana-mana, meski bangunan ini sudah kuno dan tua.
Poin dari novel ini adalah terjadinya kehilangan dari setiap penghuni pondokan. Namun barang yang dicuri tidak lah begitu berharga, kecuali cincin berlian. sepatu pesta (masih baru dan hanya sebelah), gelang (perhiasan imitasi), cincin berlian (ditemukan di piring sup), kotak bedak, lipstick, stetoskop, giwang, pemantik, celana flanel yang sudah usang, bola-bola lampu listrik, sekotak coklat, syal sutra (ditemukan tercabik-cabik), tas ransel, bubuk boraks, garam mandi, dan buku resep makanan.
Dari serangkaian pencurian tersebut hanya beberapa yang diakui oleh Celia, gadis mungil yang polos. Dia juga kunci hidup terjadinya sebuah penyelundupan narkotika dalam sebuah tas ransel yang dijual pasaran dengan harga miring di toko sekitar kos-kosan berada.
Seorang mahasiswa yang telah tega memalsukan cek kepada orang tuanya. Dia pun tega memberi obat dengan dosis tinggi kepada ibunya yang pelupa, sehingga ibunya menjemput ajal. Si ibu yang dibodohi oleh anaknya sendiri menceritakan kepada suaminya. Sang Ayah yang dengan sadar atas kelakuan anaknya mengusir dia dengan pemberian sebagian harta untuk pergi dan mengganti namanya. Perang batin seorang orang tua dipertaruhkan antara memasukkan anknya sendiri ke penjara atau meloloskan ia. Dengan syarat dia berubah tidak melakukan kejahatan lagi. Surat pengakuan ditulis bahwa ia telah membunuh ibunya sendiri, disimpan oleh Ayah sebagai bukti bahwa si anak akan bersikap jauh lebih baik, apakah terbukti ia berubah?
Kenapa ia menyelundupkan narkotika? kenapa ia tega membunuh Celia, Pat, dan Ibu kos? Kenapa anak dari ibu kos sendiri yang membantu mahasiswa ini menjalankan mulus aksinya? adakah alasannya? padahal ibunya sendiri telah dibunuh dan hidup adalah pilihan.
Setiap peran memainkan karakter penokohan dengan apik. Terlalu banyak manusia di dalam sebuah pondokkan ternyata tidak dapat membedakan mana teman mana lawan. Setelah pencurian, lalu pembunuhan berantai membuat was-was para penghuni. Di tempat seperti ini banyak hal yang diketahui orang lain, lebih dari pada yang anda bayangkan.
"Ah." kata Poriot "itu salah satu hal yang membuat saya tertarik. Mata rantai yang tidak tampak."

Happy reading.

Postingan Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir ke blog sederhana saya, salam hangat